10 Alat Musik Tradisional Asli Indonesia
9 min read
www.bombflow.com – 10 Alat Musik Tradisional Asli Indonesia. Dalam perkembangan digital saat ini, bahkan bagi anak-anak kelahiran tahun 2000-an yang lebih tertarik dengan musik digital seperti EDM dan mixing, alat musik tradisional Indonesia sudah dilupakan. Karenanya, perlahan banyak orang melupakan alat musik khas Indonesia yang harus diwariskan secara turun-temurun. apa kamu tahu Seperti yang kalian ketahui, ada beberapa alat musik Indonesia yang sudah mendunia.Bahkan merupakan salah satu jenis musik EDM di Indonesia, Weird Genius juga telah menghasilkan lagu-lagu EDM yang dipadukan dengan musik asli Indonesia di Jawa Tengah yaitu gamelan di Indonesia. judul lagu DPS.
Indonesia merupakan negara terbesar di Asia, dan negara tersebut tentunya memiliki banyak sekali keragaman dari segi budaya, suku dan bahasa daerah. Padahal, setiap daerah memiliki alat musiknya masing-masing yang sama dengan daerahnya masing-masing.
Baca Juga: 10 Daftar Lagu Di Indonesia Rilis Januari 2021, Wajib Daftar Playlist!
Berikut adalah alat musik asli Indonesia yang sudah diakui dunia dan menjadi kebanggaan di daerahnya masing-masing:
1. Angklung
Angklung ialah alat musik bernada ganda yang dikembangkan oleh tradisi sosial masyarakat sunda pada suku sunda, ukurannya berkisar antara 2, 3 sampai 4 nada, dan ukurannya bervariasi. Jonathan Rigg menulis dalam “Kamus Sundae” Batavia pada tahun 1862 bahwa “Angklung” adalah alat musik yang terbuat dari pipa bambu. Kedua ujung pipa bambu tersebut dipotong-potong. Mirip dengan tabung di dalam organ, lalu diikat bersama dalam satu bingkai, dengan menggoyangkannya untuk menghasilkan suara melalui getaran.
Asal-usul
Tidak ada indikasi kapan Angklung digunakan, namun diduga bentuk aslinya telah digunakan dalam kebudayaan Neolitik yang berkembang di Nusantara hingga awal penanggalan modern, sehingga Angklung merupakan sebuah bagian relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan di Nusantara.
Catatan tentang angklung mengacu pada periode kerajaan sunda (abad 12 hingga 16). Asal mula penciptaan musik bambu seperti Angklung didasarkan pada pandangan masyarakat Dan tentang kehidupan pertanian, dan sumber utama kehidupannya adalah padi. Hal ini melahirkan mitos yaitu Nyai Sri Pohaci menjadi lambang dewi padi pemberi kehidupan. Suku Badu, yang dianggap sebagai sisa-sisa penduduk sunda asli, menjadikan Angklung sebagai bagian dari upacara dan memulai penanaman padi. Angklung gubrag di daerah Jasinga, Bogor, salah satu yang masih hidup selama lebih dari 400 tahun lalu. Penampilannya berawal dari upacara nasi. Angklung didirikan untuk menarik perhatian Dewi Sri yang membumi dan supaya tanaman padi rakyat tetap subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik adalah bambu hitam dan bambu yang berwarna kuning keputihan jika kering. Setiap nada dihasilkan oleh bunyi tabung bambu, dan bentuk bilah setiap sambungan bambu dari kecil hingga besar.
Sejak berdirinya Kerajaan sunda, masyarakat Sunda telah mengenal berbagai fungsi Angklung. Sampai pada masa penjajahan masyarakat masih merasakan fungsi Angklung sebagai pompa spiritual masyarakat, oleh karena itu Pemerintah Hindia Belanda melarang masyarakat menggunakan Angklung. Larangan itu mengurangi popularitas Angklung, ketika hanya anak-anak yang memainkannya.
Selain itu, lagu-lagu yang dipersembahkan untuk Dewi Sri diiringi bunyi tabuh yang terbuat dari batang bambu dalam kemasan yang sederhana, kemudian lahirlah struktur yang kita sebut alat musik angklung bambu saat ini. Demikian pula pada saat Harvest Festival dan Seren Taun, permainan angklung juga ditawarkan. Dalam pengenalan “Angklung” yang berhubungan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah parade, bahkan di beberapa tempat menjadi prosesi Rengkong, Dongdang, dan Jampana.
Dalam proses perkembangannya, angklung berkembang dan meluas ke seluruh Jawa, kemudian meluas ke Kalimantan dan Sumatera. Pada tahun 1908 tercatat misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand yang ditandai dengan perpindahan Anglong, kemudian permainan musik bambu ini menyebar disana.
Bahkan sejak tahun 1966, karakter Angklung Udjo Ngalagena telah mengembangkan keterampilan bermainnya berdasarkan laras Pellogg, Salendro dan Madenda, dan mulai mengajari banyak orang dari berbagai komunitas cara bermain Angklung.
2. Gamelan
Gamelan ialah ansambel musik tradisional Jawa, Sunda dan Bali di Indonesia, dengan tangga nada pentatonik melalui sistem tangga nada slendro dan pelog.
Sejarah
Keberadaan Gamelan mendahului transisi ke budaya Buddha India yang mendominasi nusantara pada catatan awalnya, dan karenanya mewakili bentuk seni asli nusantara.
Dalam mitologi Jawa, Gamelan diciptakan oleh Batara Guru pada tahun 167 Saka (atau 230 M), yang lahir dari Wook Mahende Kamulan (sekarang Gunung Lawu) di Medan.Sebuah istana Wukir Mahendra Giri memerintah semua raja di Jawa. Batara Guru menciptakan gong sebagai isyarat untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih kompleks, ia kemudian menciptakan dua buah gong lainnya, sehingga membentuk sebuah instalasi gamelan yang utuh.
Gambaran paling awal dari ansambel musik gamelan muncul pada relief dinding candi Borobudur yang dibangun oleh Gunadharma pada abad ke-8 pada masa Dinasti Serendra di Kabupaten Magalang, Jawa Tengah. Relief tersebut menunjukkan banyak alat musik, termasuk seruling dalam suling, lonceng, kendang dengan berbagai ukuran, harpa, sontekan dan alat musik petik. Namun relief pada koleksi alat musik ini dikatakan sebagai asal muasal gamelan.
Alat musik gamelan diperkenalkan menjadi satu set lengkap alat musik yang dikembangkan pada masa Kerajaan Majapahit dan menyebar ke berbagai daerah seperti Bali, Matahari, dan Lombok. Berdasarkan prasasti dan manuskrip yang berasal dari masa Majapahit, Kerajaan Arab Saudi bahkan memiliki balai seni yang membawahi seni pertunjukan, termasuk gamelan. Aula Seni mengawasi struktur alat musik dan mengatur waktu pertunjukan.
Dalam proses masuknya agama Islam, Sunan Bonang membentuk gamelan yang pada masa itu memiliki ciri estetika Hindu dan juga memberi nuansa pada masyarakat. Saat itu, karyanya memberi nuansa menyendiri atau halus, yang mendorong kecintaan masyarakat pada kehidupan, dan menambahkan alat musik Bonang ke dalam instalasi gamelan.
Gamelan tertua di jajaran Kraton Jawa adalah Gamelan Munggang dan Gamelan Kodok Ngorek, yang berasal dari abad ke-12. Ini menjadi dasar bagi tempo cepat atau “gaya keras” Gamelan. Sebaliknya, irama lambat atau “gaya lembut” yang dikembangkan dari tradisi kemak juga terkait dengan tradisi nyanyian geguritan yang umumnya dianggap mirip paduan suara tari pengiring modern. Pada abad ke-17, gaya keras dan lembut dicampur menjadi satu, dan karena berbagai cara pencampuran elemen ini, sebagian besar menjadi variasi warna Bali, Jawa, dan Dan modern. Oleh karena itu, meskipun gayanya jelas berbeda, mereka masih berbagi banyak konsep, alat, dan teknik teoretis yang sama.
3. Serangko
Prangko adalah salah satu alat musik tiup peninggalan Kerajaan Melayu kuno Kerinci. Alat musik tersebut diciptakan oleh masyarakat Melayu kuno karena sulit untuk mengumpulkan massa pada saat perang atau upacara sakral atau belasungkawa.
Cara penggunaan alat ini adalah dengan cara meniup udara, pada saat terjadi bencana di masyarakat jambi biasanya alat tradisional dengan perangko digunakan untuk pemberitahuan. Pada zaman dahulu para panglima perang menggunakan alat musik Serangko ini sebagai terompet perang dan terompet bela sungkawa, atau sebagai alat informasi bagi masyarakat pada saat meninggal dunia, nama lain Puput. Alat musik tiup khas Kerinci yang menyerupai tanduk perang terbuat dari tanduk “kerbau jalang”. Tanduk chi diukir dengan karakter cekung, dan ukuran rata-rata antara satu setengah meter. Di sisi lain, alat musik ini dikatakan mirip dengan yang digunakan oleh suku-suku asli. Walaupun suara yang dihasilkan hanya berupa sound effect, namun dapat menggugah semangat masyarakat dan menciptakan suasana sakral dalam upacara adat.
Suara yang dihasilkan cap sangat nyaring, selain itu alat ini juga dapat menghasilkan nada melodi saat dimainkan dengan mekanisme buka tutup. Namun seperti halnya alat musik tradisional pada umumnya, alat musik Serangko ini jarang digunakan dan ditemukan.
4. Gendang Melayu
Gendang melayu merupakan salah satu alat musik yang berasal dari Bangka Belitung yaitu sejenis serai. Membran merupakan nada atau bunyi yang dihasilkan dengan cara ditepuk sehingga membentuk nada yang indah. Gendang melayu sendiri merupakan salah satu jenis alat musik yang dapat dimainkan dengan cara dipukul dengan telapak tangan.Biasanya jenis musik ini biasa digunakan untuk mengisi musik dangdang koplov, atau istilah yang digunakan oleh anak-anak saat ini adalah musik pal ambyar.
5. Gambus
Gambus adalah alat musik dari daerah Riau yang hanya memiliki 3 sampai 12 dawai. Jenis musik ini dipadukan dengan baik dengan musik drum untuk menghasilkan musik dengan ritme yang indah dan pendengaran yang menyenangkan.
Sejarah Gambus di Sumatera
Alat musik gambus pada awalnya terkenal oleh masyarakat Melayu yang tinggal di daerah pesisir dan masuknya pedagang Timur Tengah dari abad ke 7 hingga 15. Mereka juga mendakwahkan dan mengenalkan ajaran Islam kepada penduduk setempat. masyarakat. Selain itu, pedagang juga membawa alat musik, termasuk gambus.
Karenanya, pedagang Timur Tengah memasuki wilayah Riau dan meninggalkan pengaruh di bidang budaya dan seni. Alhasil, keterampilan berjudi dan tari zaping mulai berkembang di masyarakat Melayu Riau, khususnya di Pulau Bancalis, Pulau Peyangnat dan Sikh Sri Indrapura.
Sejarah Gambos di Kalimantan
Gambos di Kalimantan berasal dari Brunei Darussalam melalui sekelompok orang yang tinggal dan berinteraksi dengan komunitas Melayu Sangkao lainnya yang terkonsentrasi di Desa Mengjiang. Desa Mengjiang menjadi cikal bakal Kerajaan Sanggao (sekarang Sanggao Rejing).
Baca Juga: Inilah Daftar 10 Masjid Terbesar di Dunia, Yang Bisa Anda Dikunjungi
6. Tehyan
Tehyan adalah alat musik dari DKI Jakarta yang terbuat dari batok kelapa dan kayu jati dengan alat dawai. Dari sudut pandang biasa, jenis musik ini tentunya hampir mirip dengan musik biola, walaupun dimainkan dengan cara yang sama seperti musik biola. Padahal, tehyen merupakan alat musik Tionghoa yang sudah menjadi bagian dari budaya Betawi dan biasa digunakan dalam acara ondel-ondel.
7. Panting
Panting adalah jenis alat musik asal Indonesia dari daerah suatu suku banjar di Kalimantan Selatan. Sebenarnya musik panting hampir saja mirip dengan musik gambus yang hanya memiliki 2 senar hingga 12 senar serta cara memainkannya pun seperti alat musik gambus dengan cara di petik.
8. Kacapi
Kacapi merupakan alat musik daerah yang berasal dari sunda. Kacapi sendiri memiliki arti nama, tanaman sentinel, dan masyarakat disana percaya bahwa musik dapat memberikan ketenangan bagi setiap pendengarnya.
Bentuk
Kacapi parahu adalah kotak resonansi dengan lubang resonansi di bagian bawah yang dapat mengeluarkan suara. Sisi-sisi jenis kacapi ini dibentuk dengan cara yang mirip dengan perahu. Dulu kacapi ini diukir langsung dari kayu.
Kacapi positioner adalah kotak resonansi dengan bidang sejajar. Mirip kacapi parahu, lubangnya ada di bagian bawah. Sisi atas dan bawah membentuk trapesium.
Untuk kedua kacapi, setiap senar diikat ke sekrup kecil di kanan atas kotak. Mereka dapat disesuaikan dalam banyak sistem: pelog, sorog / madenda atau saleendro.
Saat ini, kotak resonansi KACAPI dibuat dengan merekatkan enam sisi balok kayu menjadi satu.
9. Serune Kale
Sarune Kale adalah alat musik Nanggore Aceh Darussalam dan berbunyi Aerofon yang artinya bunyinya dihasilkan dari tiupan atau hembusan angin. Cara memainkan suling ini hampir mirip dengan suling, pada suling ini anda harus memainkannya sampai mengeluarkan bunyi, kemudian menempelkan jari-jari anda pada lubang serune kangkung ini.
Sejarah dan Perkembangan Serune Kalee
Merujuk pada data yang ada, alat ini sudah ada sejak Islam masuk ke Aceh. Beberapa orang mengatakan bahwa alat musik ini berasal dari China (Z.H Idris, 1993: 48-49, dikutip melayuonline.com). Selain berbagai asumsi, fakta sejarah menunjukkan bahwa Aceh dulunya merupakan kerajaan yang penting secara strategis dan terbuka, sehingga memiliki banyak hubungan dengan berbagai negara di luar. Dalam perkembangannya, berbagai budaya yang ada melahirkan seni Azerbaijan yang unik, terutama seni Islam.
Serune Kalee berperan penting dalam berbagai pentas seni dalam berbagai upacara dan kegiatan masyarakat Aceh lainnya. Alat musik tersebut berbentuk lurus, melingkar, memanjang dengan atasan kecil, kemudian diperbesar hingga ujung tubuh bagian bawah berlubang kecil untuk jari-jari tangan, dan bentuk di bagian bawah seperti kelopak bunga teratai. Serune Kalee adalah alat musik yang mirip jusik, mirip dengan terompet di Aceh, yang terakhir adalah alat musik utama dalam pertunjukan musik tradisional Aceh yang diiringi oleh geundrang, rapai dan masih banyak alat musik tradisional lainnya.
Alat ini berperan dalam membawakan lagu-lagu yang cenderung insrumentalie dan memutarnya dengan suara yang terus menerus. Mainkan dengan meniup dari mulut, hidung dan leher. Biasanya saat memainkan alat musik ini, pemain akan menggunakan kostum tradisional dalam pertunjukan dan acara resmi.
Untuk menghasilkan suara yang indah, pemain harus memiliki gigi yang penuh dan pernapasan yang kuat, kemudian menggunakan jari-jari kedua tangan untuk mengatur nada.
Alat musik tradisional Serune Kalee terbuat dari kayu, di antara kayu tersebut dipilih bahan dasar yaitu kayu keras dan kayu ringan. Sebelum dibuat, rendam kayu selama tiga bulan. Setelah tahap perendaman selesai, kayunya dipangkas sehingga hanya tersisa bagian yang disebut “inti kayu”. Kemudian bor dan ubah menjadi lubang dengan diameter sekitar 2 cm. Setelah membuat rongga, langkah selanjutnya adalah membuat lubang suara, yaitu terdapat 6 lubang pada permukaan atas nada dan 1 lubang di bawahnya sebagai syarat terciptanya suara Serune Kalee yang unik.
10. Tifa
Tifa merupakan salah satu alat musik khas di Indonesia bagian timur khususnya Maluku dan Papua. Alat musik ini mirip dengan bedug dan terbuat dari kayu dengan lubang di tengahnya. Ada beberapa jenis alat musik Tifa, seperti Tifa Jekir, Tifa Dasar, Cut Tifa, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas.
Tifa mirip dengan alat musik kendang. Alat musik ini dibuat dengan tongkat kayu kosong atau isinya ditutup dan ditutup pada salah satu ujung salah satu ujungnya.Biasanya penutupnya terbuat dari kulit rusa yang telah dikeringkan. Dapat mengeluarkan suara yang indah dan indah. Bentuknya biasanya dibuat dengan cara diukir. Setiap suku yang ada Maluku & Papua memiliki tibia yang unik.
Biasanya Tifa di gunakan untuk mengiringi sebuah tarian perang & beberapa tarian didaerah lainnya, yaitu Tari Lenso dari Maluku, Alat Musik Totobuang, Tari Asmat & Tari Gatsi.
Alat musik tifa dari Maluku memiliki nama lain, seperti tahito atau tihal yang digunakan di wilayah tengah Maluku. Sementara di Pulau Aru, tifa punya nama lain, titir. Beberapa jenis berbentuk seperti kendang, seperti tongkat yang digunakan di masjid. Kerangkanya terbuat dari bahan kayu yang dilapisi rotan, dan bentuknya bervariasi sesuai dengan daerah sumbernya.